Indonesia saat ini adalah negara yang terus berkembang menuju negara maju. Terus menunjukan perkembangan dari segala sisi ke arah lebih baik. Perekonomian Indonesia terus lebih baik sejak era reformasi dimulai.Selain menjadi anggota G-20, saat ini Indonesia berada pada kategori Negara Industri baru.. Yang artinya tinggal satu level lagi menuju negara maju.
sumber .
Bagaimana keadaan Indonesia tahun 2020 keatas?
1. 15 tahun lagi, tahun 2025-2030 indonesia akan mempunyai 75 juta sdm usia muda yang terdidik dan penghasilan perkapita minimal 10jt. Saat itu sdm indonesia 5 kali lbh besar dari Malaysia dan 15 kali singapore. Saat itu 75jt ini kelas menengah keatas dari 280 juta penduduk Indo.
Dimana negara-negara lainnya banyak yang gak punya anak, seperti jepang. (Dr. Bayu Krishnamurti. Direktur BPDP kemenkeu skrg dan pernah jadi wakil menteri perdagan).
2. Gerakan 1000 start up digital, Indonesia, The Digital Energy of Asia. Telah merubah Indonesia.
Potensi industri digital di Indonesia
memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Ada sekitar 93,4 juta
pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar di
Indonesia saat ini. Kondisi itu merupakan modal besar bagi Indonesia
untuk mengembangkan
e-commerce dan bisnis aplikasi teknologi digital di Tanah Air. Volume bisnis
e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai USD 130 Miliar dengan angka pertumbuhan per tahun sekitar 50 persen, maka akan
berdampak pada GDP menjadi 9%. "Jika dibandingkan dengan negara lain,
hanya Singapura yang mengalahkan Indonesia dari sisi e-commerce, atau
lebih luas lagi yaitu digital economy. Hitung punya hitung, kalau tahun
2020 target kita tercapai Rp 130 Miliar untuk e-commerce. GDP kita pada
saat itu high single digit, udah 9%," papar Rudiantara.
Pemerintah
Indonesia di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian serta berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan
Informatika, bekerja untuk menciptakan peta jalan e-commerce dan ekosistem industri teknologi digital yang terus berkembang dan berkesinambungan.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah
mendeklarasikan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘The Digital
Energy of Asia’ di Silicon Valley pertengahan Februari tahun ini.
Sejalan dengan visi tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika
bersama KIBAR, menginisiasi Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital
dengan tujuan melahirkan perusahaan rintisan yang berkualitas dan
memberikan dampak positif dengan menyelesaikan permasalahan besar di
Indonesia. Gerakan ini ditargetkan dapat menciptakan 1.000 perusahaan
baru dengan total valuasi bisnis senilai USD 10 miliar pada tahun 2020.
3. Pada tahun 2045, Indonesia harus sudah siap dengan konflik perebutan Air, Pangan dan Energi dan harus memenangkannya. Karena Indonesia akan menjadi wilayah konflik itu sendiri.
Apabila pertambahan penduduk dengan garis ketersediaan pangan
bersinggungan di suatu titik, maka disitulah terjadinya titik kritis.
Ini faktanya, menurut penelitian populasi ideal penduduk dunia
sekitar tiga sampai empat miliar untuk dapat hidup dengan layak,
realitasnya saat ini setiap 2,1 detik satu bayi meninggal atau sekitar
15 juta bayi meninggal setiap tahunnya karena kemiskinan, kelaparan dan
kesehatan buruk itu artinya penduduk dunia sudah overload.
"Bila populasi penduduk tidak bisa diimbangi dengan ketersediaan
pangan, maka akan memicu krisis. Inilah ancaman yang akan dihadapi
penduduk dunia," kata Gatot.
Gatot menjelaskan konfik yang terjadi di Irak, Iran, Libya, Kuwait,
Mesir, Suriah, Yaman, Sudan dan Ukraina, semuanya sebagai negara
penghasil energi.
"Saya bisa simpulkan bahwa konflik atau perang di dunia, 70 persen berlatar belakang energi," ujarnya.
Gatot memprediksi konflik di waktu mendatang dari aspek latar belakang dan lokasinya akan mengalami perubahan.
Hal ini dipicu, karena energi fosil diprediksi pada 2043 akan habis
dan hanya bisa digantikan dengan energi alternatif (energi hayati) yang
bisa hidup sepanjang tahun hanya di wilayah Ekuator yaitu Amerika Latin,
Afrika Tengah dan Asia Tenggara termasuk di dalamnya Indonesia.
Panglima
TNI menjelaskan bahwa sekitar 80 persen penduduk dunia yang berada di
luar ekuator, kedepan akan merasakan krisis hebat dan mengalami dua
krisis, yaitu krisis energi dan pangan.
"Pangan awalnya hanya untuk makan, kedepan pangan dibagi dua untuk
makan dan energi, sehingga nantinya penduduk diluar ekuator akan
berbondong-bondong ke wilayah ekuator untuk mencari pangan, energi dan
air," katanya.
Menurut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, inilah pembuktian teori pergeseran latar belakang dan tempat konflik.
Awalnya konfik berlatar belakang energi berubah menjadi latar
belakang energi, pangan dan air (ekonomi), tempatnya konflik bergeser
dari wilayah Arab Spring ke wilayah Ekuator termasuk Indonesia.
"Ancaman inilah yang harus disadari oleh kita semua," kata Gatot.